Belasan
guru madrasah dari Banyumas, Kebumen, dan Ungaran dilatih untuk mengajari siswa
difabel di MI Maarif, Desa Keji, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Mereka belajar tentang penanganan siswa difabel agar mampu mengikuti
pembelajaran bersama siswa normal.
"Diharapkan
mereka semakin ramah terhadap anak-anak difabel yang kita sebut sebagai anak
berkebutuhan khusus (ABK)," kata Kepala MI Maarif Keji, Supriyono.
Dia
menyebutkan, selama mengikuti pelatihan, para guru mendapatkan materi tentang
psikologi anak, pola terapi ABK, dan penggunaan alat-alat terapi ABK dengan
mendatangkan tenaga profesional. Selain itu, mereka juga diajak ke beberapa
rumah orangtua anak difabel agar lebih mengenal dan mengetahui pola keseharian
di keluarga.
"Sebagai
sampel saja, jadi tidak semuanya kita datangi. Dengan cara seperti itu,
guru-guru akan mengetahui seperti apa sebenarnya, ketika ABK berada di rumah
dan berinteraksi dengan keluarganya," ulasnya.
Pelatihan
tersebut, kata Supri, dimaksudkan untuk menumbuhkan kepedulian terhadap
anak-anak berkebutuhan khusus dengen pendekatan agama. Menurutnya, ajaran Islam
tak pernah membedakan antara anak normal dengan difabel.
"Jadi
selama pelatihan mereka menginap di Pondok Paseban Ar Rosuli Asy Syarif, biar
sekalian untuk belajar hidup dan agama. Lokasi pondok kan teduh, jadi bisa
menenangkan hati. Dengan begini, peserta pelatihan bisa cepat fresh saat
menerima materi baru," terangnya.
Seorang
peserta pelatihan, Amin, mengaku mendapat banyak manfaat selama tiga hari di
lereng Gunung Ungaran. Kepala MI Maarif Ambal, Kebumen, tersebut mengatakan,
pelatihan tersebut menjadi modal utama untuk mendirikan sekolah inklusi yang
dipimpinnya.
"Sekarang
kami memang belum menerima siswa difabel, ke depan kami akan terima anak-anak
tersebut (difabel). Kita akan perisiapkan guru pembimbing dan ruang sumber yang
digunakan untuk terapi," tukasnya di sela-sela pelatihan.
Sementara
itu, Ketua PWNU Jateng KH. Abu Hafsin, yang hadir dalam penutupan acara itu
menyampaikan, pendidikan inklusi tak lepas dari ajaran Alquran. "Meskipun
saat ini pendidikan inklusi masih berkiblat pada Barat, khususnya Norwegia dan
Amerika, namun kita harus kembali ke Alquran, karena di situ sudah lengkap
semua ajarannya," sebutnya.
Sumber : http://news.okezone.com/
0 komentar:
Posting Komentar