Selama 19 tahun mengajar
siswa tuna rungu, Niken Wahyuni, guru kelas 1 Sekolah Luar Biasa (SLB) B-C YPCM
Boyolali, Jawa Tengah paham betul bahwa kosa kata yang terbatas menjadi
hambatan bagi mereka untuk berkembang. Untuk itu ia ciptakan terus inovasi
dalam pembelajaran kosa kata, sehingga menambah pembendaharaan kata yang
dimiliki siswanya.
“Anak tuna rungu miskin
sekali kota kata,” tutur Niken saat melayani wawancara dengan kemdikbud.go.id
di kawasan Istora Senayan, Jakarta di sela-sela kegiatan Simposium Guru dan
Tenaga Kependidikan 2015, Senin (23/11).
Inovasi pembelajaran yang
ia ciptakan terinspirasi dari permainan tradisional engklek. Niken modifikasi
sedikit permainan itu. Permainan engklek yang biasanya dilakukan dengan
menggambar kotak-kotak di tanah atau lantai, dimodifikasi dengan menggunakan
lembar karpet karet tipis berukuran 40 x 40 cm yang digambar kotak-kotak.
Tujuannya agar permainan ini dapat dilakukan di mana saja, cukup dengan
membentangkan karpet itu.
“Pada setiap kotak
engklek itu, saya letakkan 10 kartu bergambar sama. Permainan dimulai dengan
hompimpa untuk menentukan siapa yang jalan terlebih dahulu. Lalu setelah
melempar gacuk (pecahan genting) ke salah satu kotak, anak melompati semua
kotak yang ada kecuali kotak dengan gacuk tadi. Saat kembali, anak mengambil
gacuk dan kartu gambar. Sampai di tepi, mereka diminta menyebutkan gambar yang
dilihatnya dan kata yang berhubungan dengan gambar itu. Jika dapat menjawabnya,
anak lanjut bermain. Jika tidak, gantian temannya yang bermain,” jelas Niken.
Dengan permainan itu,
Niken mengaku, anak-anak yang dididiknya dapat menghafal kosa kata lebih mudah
dan menyenangkan dibanding dengan cara biasa. Kosa kata anak juga bertambah,
karena dari satu satu gambar, misalnya aktivitas makan, dapat diikuti dengan
kosa kata lain yang berhubungan, seperti sendok, piring, garpu, nasi, dan lain-lain.
Inovasinya itu ia ikutkan
dalam Pemilihan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi
tingkat Nasional 2015. Dalam kompetisi itu ia mempresentasikan permainan
pembelajaran yang ia kembangkan berjudul “Gaplek untuk Meningkatkan Penguasaan
Kosa Kata Siswa Kelas 1 Tuna Rungu di SLB B-C YPCM Boyolali, Jawa Tengah”.
Gaplek, kata Niken, merupakan akronim dari kartu gambar dalam permainan
engklek. Dengan karya inovatif itu ia terpilih sebagai Peringkat 1 Guru
Pendidikan Khusus Berdedikasi tingkat Nasional 2015 yang diumumkan pada Sabtu
(21/11) di Plasa Insan Berprestasi, Gedung Ki Hajar Dewantara, Kemendikbud,
Jakarta.
Lebih lanjut Niken
menuturkan, agar lebih menarik, kotak-kotak engklek ini diberi warna-warna
mencolok agar menarik perhatian siswa. Kartu bergambar yang diunduh dari
internet juga dibuat berwarna. Ia menyebut, biaya yang dikeluarkan untuk
membuat satu set permainan ini hanya menghabiskan Rp 80.000.
Ia juga mengungkapkan,
permainan ini sangat mendukung pembelajaran Kurikulum 2013. Keaktifan siswa
yang mengamati, menanya, dan mengomunikasikan dapat terlihat melalui permainan
ini. Daya kreativitas anak juga tinggi. “Siswa jadi lebih aktif dibandingkan
hanya mendengarkan guru di depan kelas,” katanya.
Niken mengaku, hal paling
membanggakan menjadi guru yang mendidik anak-anak berkebutuhan khusus adalah
ketika anak mampu berkomunikasi dengan orang normal. “Alhamdulillah, anak didik
saya yang sekarang di kelas 7 sudah dapat berkomunikasi lancar dengan orang
normal. Rasanya bangga dan senang sekali,” imbuh guru berkaca mata ini.
0 komentar:
Posting Komentar