Pemerintah Jawa Timur
menetapkan aksara Jawa menjadi mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan
di sekolah-sekolah. Pelajaran ini diberikan sejak kelas 3 SD. Logikanya, saat
duduk di kelas 7, seharusnya siswa telah mahir menulis dan membaca aksara Jawa.
Kenyataannya tidak demikian.
“Pengetahuan anak-anak
terhadap aksara Jawa seperti dari nol lagi. Padahal mereka sudah belajar aksara
Jawa selama empat tahun,” kata Putri Hayuningtyas, guru aksara Jawa SMP Negeri
10 Surabaya, Jawa Timur yang ditemui di sela-sela kegiatan “Simposium Guru dan
Tenaga Kependidikan 2015” di Istora Senayan, Jakarta, Senin (23/11).
Mengetahui kenyataan itu,
Putri kemudian berpikir, ia harus melakukan sesuatu. Tidak hanya mengejar
materi yang selama ini tertinggal, tetapi juga harus menggunakan metode yang
tepat agar siswa cepat menghafal bentuk aksara Jawa yang jumlahnya mencapai 40.
Ibu tiga anak ini
kemudian menemukan cara agar siswa cepat hafal dan mampu segera menerapkannya
dalam bentuk kata dan kalimat. Putri mencoba mengelompokkan pasangan huruf Jawa
berdasarkan itu menjadi enam kelompok. “Huruf Jawa itu punya 20 karakter aksara
inti dan 20 karakter pasangannya. Saat mengajar, saya tidak memulainya
berdasarkan urutan ho-no-co-ro-ko, melainkan dengan pengelompokan tadi,” tutur
guru yang telah mengajar selama 27 tahun mata pelajaran bahasa daerah ini.
Kelompok pertama adalah
kelompok huruf dan pasangan yang memiliki bentuk yang sama. Kelompok kedua
merupakan kelompok huruf dan pasangan dengan bentuk mirip. Kelompok ketiga
adalah kelompok huruf dan pasangan yang hilang bagian depannya. Kelompok empat
hilang bagian belakangnya. Kelompok lima adalah kelompok dengan penulisan
mudah, dan kelompok keenam merupakan kelompok dengan penulisan sulit.
“Target saya, dengan
pengelompokkan ini anak harus sudah hafal dalam hitungan 5-10 menit. Jadi,
dalam satu kali pertemuan, ke-40 huruf Jawa ini sudah dapat mereka hafalkan,”
imbuh Putri.
Ia menuturkan, setelah
metode ini diterapkan, hanya dengan dua kali pertemuan tatap muka, anak-anak
sudah mampu menghafal cara penulisan, menulis, dan membaca aksara Jawa,” tambah
guru bahasa daerah yang mengajar kelas 8 dan 9 ini.
Metode Putri dalam
mengelompokkan aksara Jawa ini mendapat apresiasi berupa Juara 1 Lomba Karya
Inovasi Pembelajaran Guru SMP Kelompok Seni Budaya tingkat Nasional 2015.
Sebelum sampai ke tingkat nasional, inovasinya ini sudah diuji di tingkat
kabupaten/kota dan provinsi. Pada 2014 misalnya, Putri mendapat juara pertama
Guru lnovatif Bahasa Jawa se-Jatim tahun 2014. Dia pun berhak meraih piala
Gubernur. Ia berhasil menyisih sebanyak 22 peserta yang terdiri dari guru
Bahasa Jawa se-Jawa Timur.
Menurut Putri, metode
tersebut memerlukan kerja sama antara guru dan siswa. Saat guru mengenalkan
kelompok-kelompok ini kepada siswa, guru mengajak siswa membayangkan bentuknya,
mendeskripsikannya, sambil menggerakkan jari ke udara untuk menuliskan aksara
yang dimaksud. Cara ini diulangi berkali-kali agar proses siswa menghafal
menjadi lebih cepat. Jika di kelompok satu siswa belum hafal, tidak boleh
pindah ke kelompok dua. Demikian seterusnya.
Putri mencontohkan aksara
ke dua (No) yang masuk dalam kelompok mudah. Untuk menghafal pasangan No, Putri
meminta muridnya menghafal sambil membayangkan dan mengucap kalimat ‘turun
belok ke kanan”.
Begitu juga ketika harus
menghafal pasangan aksara Bo, siswa diminta menghafal dengan kalimat “C plunker
N”. “Memang pasangan Bo kan seperti huruf C lalu melingkar membentuk huruf N.
Jadi murid bisa membayangkan sambil memejamkan mata menghafalnya. Otak kanan dan
otak kiri bekerja semuanya,” katanya.
Untuk memacu anak lebih
cepat memahami aksara Jawa, Putri biasanya membagi kelompok siswa menjadi
empat. Masing-masing siswa di empat kelompok ini diminta melanjutkan menuliskan
huruf pertama yang sebelumnya ditulis Putri di papan tulis. Dari huruf pertama
ini kemudian berkembang menjadi kata. Kata menjadi kalimat. Kalimat menjadi
paragraf.
“Setelah 10 menit, saya
minta masing-masing kelompok memeriksa hasil tulisan kelompok lain. Kelompok 1
memeriksa kelompok 2, kelompok 2 memeriksa kelompok 3, demikian seterusnya.
Mereka yang memeriksa diminta menunjukkan letak kesalahannya. Saya kemudian
tawarkan kepada kelompok yang diperiksa untuk membetulkan kesalahan yang
dibuatnya. Jika tidak bisa, saya minta kelompok yang memeriksa untuk
mengoreksinya. Mereka harus bertanggung jawab saat menyebut milik kelompok yang
diperiksanya salah.
0 komentar:
Posting Komentar